Iklan Dua

Kolaborasi Batik Solo dan Balikpapan, Ketika Motif Jawa Disatukan dengan Ornamen Dayak

$rows[judul] Keterangan Gambar : Disambangi awak media Balikpapan dan Bank Indonesia (BI) Balikpapan, pemilik Batik Walang Kekek, Menil Ester Wulandari menunjukkan kain batik tulis koleksinya, sekaligus memaparkan sejarahnya.
Poroskaltim.com, BALIKPAPAN - Batik kembali membuktikan dirinya bukan sekadar kain, melainkan bahasa budaya yang mampu menyatukan perbedaan. Inilah yang tengah digagas oleh Batik Walang Kekek asal Solo bersama perajin batik Balikpapan, lewat rencana kolaborasi bertajuk “Merajut Nusantara dalam Sebuah Kain.”

Pemilik Batik Walang Kekek, Menil Ester Wulandari, memandang kerja sama ini sebagai ruang kreatif untuk mempertemukan identitas budaya Jawa dan Kalimantan dalam sehelai kain batik. 

Ia mencontohkan, motif pakem Solo seperti parang dan kawung yang melambangkan keteguhan, kegagahan, serta tanggung jawab, dapat dipadukan dengan ornamen Dayak yang sarat makna kesetiaan dan kekuatan spiritual.

“Jika disatukan, lahirlah energi yang luar biasa. Filosofi perjuangan dan keteguhan berpadu dengan kearifan lokal Kalimantan, menghadirkan karya yang bukan hanya indah, tapi juga penuh makna,” ungkap Menil saat dikunjungi dikediamannya, Senin (8/9/2025).

Menurutnya, Balikpapan menyimpan inspirasi yang melimpah, mulai dari kedekatannya dengan laut hingga kekayaan budaya masyarakatnya. Potensi itu dapat dieksplorasi untuk memperkaya motif batik Kalimantan agar sejajar dengan batik dari daerah lain.

Ke depan, hasil kolaborasi tersebut bisa diperkenalkan ke publik lewat pameran, fashion show, hingga platform digital. 

“Generasi muda kini dekat dengan media sosial, maka batik juga harus hadir di sana. TikTok, misalnya, bisa menjadi ruang baru untuk mengenalkan batik dengan cara yang lebih segar,” jelasnya.

Tak hanya itu, Menil menekankan pentingnya edukasi. Mulai dari cara merawat batik tulis, penggunaan pewarna alam, hingga pengemasan kain batik dengan narasi sejarah dan makna filosofis. Dukungan pemerintah pusat juga disebut sudah mulai mengalir, salah satunya melalui program digitalisasi pemasaran.

Meski belum ada permintaan resmi dari pemerintah Balikpapan terkait pameran atau edukasi batik, Menil optimistis kolaborasi budaya ini akan menemukan jalannya. 

“Batik harus terus hidup, bukan hanya sebagai identitas daerah, tapi juga perekat persatuan bangsa,” pungkasnya. (man)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)