Poroskaltim.com, BALIKPAPAN - Dosen Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, Rinto, S.H., M.H., menyampaikan kritik keras terhadap pengelola serta developer kawasan Grand City Balikpapan, Sinarmas Land, setelah tragedi meninggalnya enam anak di kolam galian proyek perumahan. Menurutnya, jika terbukti lalai, pengembang dapat dikenai sanksi pidana, perdata, dan administratif.
Tragedi tenggelamnya enam anak di area galian perumahan Grand City Balikpapan memicu Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama OPD terkait seperti DLH, Disperkim, DPU, jajaran RT, dan manajemen Sinarmas Land. Dalam RDP itu terungkap dugaan kelalaian dalam pengamanan area proyek.
Rinto, S.H., M.H., menilai bahwa area galian yang terisi air dan tidak dipagari merupakan bentuk kelalaian (culpa) yang sangat serius. Ia menegaskan “Setiap kegiatan konstruksi wajib mengutamakan keselamatan publik. Jika pengembang mengabaikan standar keamanan, maka pertanggungjawaban pidana tidak bisa dihindari.”
Menurut Rinto, terdapat beberapa pasal yang dapat segera diterapkan penyidik yakni Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang menyebabkan matinya orang, ancaman penjara 5 tahun, Pasal 360 KUHP tentang Kelalaian yang menyebabkan luka berat atau mengancam nyawa dan Pasal 361 KUHP tentang Kelalaian dalam menjalankan jabatan/pekerjaan dengan peningkatan hukuman.
Ia menjelaskan bahwa selain individu penanggung jawab proyek, perusahaan atau developer dapat dijerat sebagai korporasi, sesuai Perma No. 13 Tahun 2016 tentang Pertanggungjawaban Pidana.
Dalam kritiknya, Rinto menyatakan bahwa Sinarmas Land tidak hanya bertanggung jawab secara administratif, namun bertanggung jawab secara pidana sebagai korporasi jika unsur kelalaian terbukti. “Sanksi korporasi bisa berupa denda besar, penghentian proyek, hingga pencabutan izin. Hukum tidak boleh tumpul ke perusahaan besar,” tegasnya.
Rinto juga menyoroti bahwa OPD terkait memiliki dasar kuat untuk menjatuhkan sanksi administratif berupa Penghentian sementara kegiatan proyek, Kewajiban pemulihan lingkungan, Pembekuan atau pencabutan izin lingkungan, Sanksi pelanggaran site plan dan K3 konstruksi.
Menurutnya, kelalaian seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan keselamatan dalam operasional proyek perumahan.
Dalam aspek perdata, Rinto menegaskan bahwa setiap keluarga korban berhak menuntut ganti rugi atas kematian anak mereka. “Ganti rugi bukan hanya materiil, tetapi juga immateriil atas penderitaan keluarga,” jelasnya merujuk Pasal 1365 dan 1370 KUHPerdata.
Rinto menilai kejadian ini sebagai indikasi lemahnya manajemen risiko developer. Dalam pernyataannya, ia mengatakan. “Kawasan hunian modern seperti Grand City tidak boleh abai terhadap standar keselamatan dasar. Galian besar tanpa pagar adalah kelalaian fatal yang tidak bisa dibenarkan.”
Lebih jauh, Rinto mendesak pemerintah kota dan kepolisian agar Menindak tegas developer, Melakukan audit keselamatan seluruh proyek perumahan, Menjamin kejadian serupa tidak terulang.
“Hukum harus hadir untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi masyarakat. Apalagi korban adalah anak-anak,” ujarnya.
Kasus ini membuat publik Balikpapan menunggu langkah tegas aparat penegak hukum. Kritik akademis dari Rinto, S.H., M.H., menegaskan bahwa tragedi ini bukan sekadar kecelakaan, tetapi konsekuensi dari kelalaian yang berpotensi menjadi tindak pidana. (*)
Tulis Komentar