Iklan Dua

Balikpapan Catat Deflasi dan PPU Justru Alami Inflasi, Berikut Pemicunya

$rows[judul]
Poroskaltim.com, BALIKPAPAN - Kota Balikpapan mengalami deflasi sebesar 0,06% (mtm) pada September 2025, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). 

Inflasi tahun kalender (Januari-September 2025) Kota Balikpapan telah mencapai 1,34% (ytd). Selanjutnya secara tahunan, IHK Kota Balikpapan tercatat inflasi sebesar 1,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat inflasi 2,65% (yoy) dan gabungan empat Kota di Provinsi Kalimantan Timur yang tercatat inflasi 1,77% (yoy). Realisasi inflasi tersebut masih lebih rendah dari batas bawah rentang sasaran inflasi nasional 2025 (2,5%±1%). 

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Balikpapan, Robi Ariadi menjelaskan, bahwa deflasi Balikpapan terutama dipengaruhi kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan andil deflasi 0,16% (mtm). 

"Komoditas penyumbang deflasi terbesar adalah bahan bakar rumah tangga, bawang merah, tomat, cabai rawit, dan kangkung. Penurunan harga terutama didorong peningkatan produksi di sentra Jawa dan Sulawesi, kelancaran distribusi, serta panen lokal," ungkapnya, Sabtu (4/10/2025).

Sebaliknya, lanjut Robi Ariadi, inflasi Balikpapan bersumber dari kelompok transportasi dengan andil 0,14% (mtm). Komoditas penyumbang inflasi tertinggi meliputi angkutan udara, daging ayam ras, emas perhiasan, air kemasan, dan biskuit. 

"Kenaikan tarif pesawat dipicu normalisasi tarif pasca-diskon serta meningkatnya aktivitas perjalanan. Sementara itu, harga ayam ras naik karena meningkatnya permintaan pada momentum Maulid Nabi, sedangkan emas perhiasan mengikuti tren kenaikan harga emas dunia yang mencapai rekor Rp2,1 juta per gram pada September," terangnya.

Berbeda dengan Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) justru mencatat inflasi 0,07% (mtm). Secara tahunan, inflasi PPU mencapai 2,83% (yoy), lebih tinggi dari nasional maupun rata-rata Kalimantan Timur, namun tetap dalam rentang sasaran inflasi nasional.

Inflasi di PPU terutama dipicu kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Lima komoditas penyumbang inflasi terbesar adalah daging ayam ras, ikan tongkol, ikan layang, ikan bandeng, dan beras. 

"Faktor penyebabnya antara lain tingginya permintaan saat perayaan Maulid Nabi, terbatasnya pasokan ikan akibat gelombang laut tinggi, serta pasokan beras premium dari Jawa yang terbatas," kata Robi Ariadi.

"Adapun komoditas penyumbang deflasi di PPU antara lain bawang merah, cabai rawit, semangka, terong, dan kangkung. Penurunan harga didorong peningkatan pasokan dari produksi lokal maupun daerah sentra," sambungnya.

Ke depan, Bank Indonesia mencermati potensi risiko inflasi akibat cuaca ekstrem dan gelombang laut tinggi yang bisa mengganggu pasokan pangan. Meski demikian, hasil survei konsumen BI menunjukkan tingkat optimisme masyarakat Balikpapan masih tinggi, dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2025 di angka 118,3 meski turun dibanding Agustus (129,8).

"BI Balikpapan bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan terus memperkuat langkah pengendalian harga melalui sidak pasar, operasi pasar, gelar pangan murah, kerja sama antar-daerah, hingga program pemanfaatan lahan pekarangan. Seluruh upaya ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk menjaga inflasi dalam sasaran nasional 2025 sebesar 2,5% ± 1%," tutup Robi Ariadi. (*)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)